Rabu, 05 Maret 2008

Kesetiaan Wice

Kesetiaan Wice

Wice memang sakit jiwa, tapi betapa kesetiaannya kepada sang ibu demikian dalam. Kedalaman cinta Wice membuat ia tak ikhlas berpisah darinya. Wice menganggap ibunya, Yanti Djuned seolah hidup. Meski jasadnya terbujur kaku, hingga waktu, cuaca mengelupaskan kulit dan merontokan daging tubuh si ibu.


Wice setia merawat tulang belulang itu dengan mengelapnya setiap hari. Ia menungguinya seoanjang pagi, siang, petang hingga waktu menjemput malam. Kebahagiaan Wice mulai terenggut sejak ayahnya, Liem Hiang Nio alias Djuned meninggal dunia. Wice depresi. Kuliahnya kocar-kacir. Sejak itu dunia remajanya hilang.


Ia tinggal berasam ibunya yang mlai uzur usianya. Sang ibu pun tak mampu lagi mengurus toko peninggalan ayah Wice. Wice yang bernama asli Winarni Djuned semakin tenggelam dalam keterpurukan bersama kehidupan yang dijalani bersama ibunya. Tak jelas sejak kapan kematian menjemput yanti dari dunia fana ini.


Belakangan pada Maret 2008 warga sekitar di mana Wice tinggal di Jalan Ternate 82, Cideng, Jakarta Pusat, membaui busuk. Selidik punya selidik itulah bau jasad Yanti yang tlah lepas dari kerangka manusia. Wice pun sebelumnya menyimpan rapat-rapat kematian ibunya. Ia tak mengabarkan kepada tetangga dan sanak kerabatnya.


Barulah setelah keponakan Yanti, Caecilia Soegini dan Lilistina Mustika, bibi Wice datang menjenguk, Wice tak memperkenankan masuk. Bersama polisi dan warga rumah Wice didobrak, luar biasa kaget bibi dan keponakan itu menyaksikan Yanti tinggal tulang-belulang yang bersih. Meski semua perabot yang ada di rumah itu kotor dan berdebu.


Diiringi terikan dan tangisan Wice, polisi lalu membawa kerangka Yanti untuk diotopsi. dan dalam halusinasi Wice, sang ibu masih hidup dan baik-baik saja. Lalu setelah itu, Wice pun dibawa ke RS Sumber Waras, ia kini menjalani hari-harinya sendiri tanpa sang ibu yang ia setiai dan sangat ia cintai. Begitulah kasih Wice kepada ibunya hingga akhir hayat, sepanjang jalan sepanjang masa.


Coba bandingkan dengan kisah nyata lainnya. Tetanggaku, sebut saja Yeti dalam penglihatanku berbuat sebaliknya terhadap ibunya. Si ibu ini kira-kira usianya 60-an tahun. Ia kini menderita stroke. Sehari-hari ia hanya bisa duduk dan berbaring. Dua kegiatan itupun mustahil dilakukan tanpa bantuan orang lain. Rutinitas sepanjang hari yang dilakukan si ibu ini adalah tidur dan duduk. Berjalan pun hanya selangkah dua langkah saja, itupun tanpa bantuan tongkat atau kursi roda.


Yeti bekerja, ia seorang guru sekolah taman kanak-kanak Pagi pukul 06.30 Yeti harus sudah meninggalkan rumah. Diantar suami, ia pergi kerja dan pulang minimal pukul 14.00 siang. Sebab jarak dari tempat tinggalnya di Cipondoh ke Tangerang cukup membutuhkan waktu.
Si ibu Yeti itu suka curhat kepadaku, meski stroke, penghlihatan dan pendengarannya masih normal. Suaranya pun masih lantang terdengar. Hanya agaknya kurang diperhatikan. Dia bilang pagi hari tak dikasih sarapan, makan siangnya pun telat. Entah makan sore atau malamnya. Kalau saya tawarkan minum sekadar teh saja, ketahuan si Yeti ibunya kena damprat. "Ibu suka diomelin," ujarnya . Aduuh, mendengar itu hatiku seraya dipukul kencang. Air mata si ibu pun leleh.


Kadang-kadang, kalau ada kesempatan seorang guru di sekolah taman kanak-kanak di dekat tempat tinggalku iseng mampir. Sekadar menanayakan kabar dan menyuapi roti atau bolu. si ibu tamoak lahap. Keluhannya sama; belum makan.


Anak si ibu, Yeti mungkin sangat sibuk, sehingga ia tampak kurang memperhatikan si ibunya itu. Atau mungkin ia malas karena si ibu baginya sangat mengesalkan saja. Padahal si ibu itu tak banyak permintaannya, paling-paling cuma mau berdiri dari bangku setianya di teras rumah atau minta berbaring. Buang air kecil pun snagat jarang dilakukan karena memang tidak ada yang menuntunnya manakala Yeti dan suaminya tidak di rumah. Sepanjang pagi hingga siang, si ibu penderita stroke ini hanya menjalani kehidupannya sendirian, tanpa kasih sayang dan ketulusan seorang anak. Begitulah mungkin peribahasa kasih anak sepanjang galah itu ada benarnya. Sebagai pembaca silahkan Anda memilih yang mana?


Tapi sejujurnya kesetiaan Wice adalah cermin. Tapi jangan tiru cinta buta-nya, bukankah kecintaan itu bisa diwujudkan dalam doa kepada sang Khalik ketika siang ibu tlah tak bernyaea lagi? Ini bisa direnungkan, resapkan hingga ke aliran darah.

Tidak ada komentar: