Selasa, 22 April 2008

perkawinan

PERKAWINAN
Ini 16 April 2008, sembilan tahun silam pada Jumat16 April 1999 aku melangsungkan akad nikah di Kota Temanggung. Sejak itu, aku menjadi istri Ciptadi, laki-laki asal Solo yang sejak lama menetap di Kota Tangerang.
Sentuhan cinta terbit saat kami diTaman Budaya Surakarta (TBS). Ketika itu penghujung tahun 1997 tepat malam tahun baru 1998. Aku selamabeberapa hari menginap di Wisma Seni TBS, diajakkawan penyair Sosiawan Leak untuk meramaikan pekanseni akhir tahun. Berbagai pertunjukan kesenian teater, tari, puisi, wayang ada di sana. Kebetulan aku juga membaca puisi.
Malam yang pedih ketika itu. Leak sibuk dengan persiapan pentas teaternya. Aku terpaksa nontonsendiri sejumlah pertunjukan di Teater Arena.Pertunjukan tari dari STSI Surakarta memikatku, aku jatuh cinta dengan penampilan Fajar, penari mahasiswa STSI. Rambutnya terurai, liukan tubuhnya sangat indah di atas panggung.Secara tak sengaja, aku duduk tak jauh dari seorangpemuda nyentrik.
Diantara puluhan penontondiantaranya bule, aku terkesiap dengan rambutnya yang terurai sepanjang rambut penari STSI itu.Gayanya agak beda. Di mulutnya sebuah pipa mungil kuning gading, berjas panjang dan bercelana jinshitam cutbray, kemejanya kotak-kotak hijau muda. Dilehernya terlilit syal panjang hijau tua. Percakapan tak sengaja berlangsung dingin. "Jam berapa , Mas," aku bertanya mendadak. Karena aku takmengenakan arloji. Seingatku, dia menyebut Jam 24.00. Aku terdiam, tak ada percakapan apapunhingga keluar Teater Arena.
Di luar, aku masihsendiri, tak kutemukan pula Leak malam itu. Padahalpagi hampir menjelang. Biasanya kalau tak cepat-cepattidur di wisma yang kamarnya kupakai sendiri. akungobrol dengan para seniman di warung ngisor pelem(di bawah pohon pelem) ngeteh (minum) teh poci ataumakan sego kucing (nasi dengan lauk ikan dan sambel dibungkus daun pisang) di kawasan kampus STSI atau berkelana sekitar Solo.
Malam makin larut, aku duduk-duduk di pendopo.Suara gamelan menggelegar. Tak sengaja pula ketemulagi laki-laki yang kutanya jam di dalam teaterArena. Dia mengenalkan diri bernama Cipta. Aku sebutnamaku pula, Ayu. Tak banyak cakap, tapi ia menawariku semangkuk sekoteng. Tak basa-basi lagi, aku menyambut tawarannya. Semangkuk sekuteng nan hangat, jahenya terasa mengalir ke dalam ronggaperut.
Dia pelan-pelan menggali info tentangku. Aku sedikitcuek, walau dalam hatiku berdesir, wajahnya lumayan tak terlalu jelek. Lebih dari sekadar cakep. Sebenarnya aku 'sedikit' tertarik. Tapi jaim (jagaimej) dikitlah, kan baru kenal. Dia kembalimenawariku mengantar ke wisma karena Leak takkunjung datang.Untuk kedua kali tawaran itu tak kutampik. Akudibonceng sepeda motor. Aku hanya manut, karena letih tubuhku bebrapa malam tak tidur nyenyak.
Sesampai di wisma. Sejumlah seniman masih terlibatperbincangan hangat di teras. Ada pula yang ngopi di panggung, pendopo kecil. Kang dalang gemuk Slamet Gundana ketika itu juga ada. Aku lupa mengingatsatu-satu siapa yang mengobrol hingga fajarmenyingsing.Laki-laki yang baru beberapa jam kukenal juga takberanjak dari duduknya. Entah, apakah ia jatuh cinta kepadaku. Tapi ia menemaniku. Ngobrol, kutahu ia berasal dari Karanganyar, menghabiskan masa kecil di Solo dan bekerja di Tangerang. Hobinya melukis. Aku mulai nyaman berbincang dengannya.
Ketika itu hatiku belum terpikat betul. Aku masih menyimpan kenangan tentang laki-laki lain. Pacar yang 'berpisah' Livian Teddy, mahasiswa Undip Arsitektur.(-kini dia Dosen Universitas Sriwijaya Palembang) dan seorang laki-laki, mahasiswa patung Institut SeniIndonesia (ISI) berkasta brahmana, Ida Bagus Putra Wiradnyana, kekasih hati-ku asal Ubud, Bali.Tapi entahlah, aku justru jatuh hati kepadalaki-laki ini setelah ia mengajakku sholat Subuh.Menjelang pagi, laki-laki itu pamit pulang.
Akumelambai tangan, aku pun berpamit ke Semarang, tempat kuliahku. Aku membawa perasaan berkecamuk tentangnya.Singkat cerita, hubungan ini berlanjut antar kota.Ia kembali ke Tangerang dan aku merampungkan kuliah di Sastra Undip. Beberapa kali ia ke Semarang,sekadar apel. Dan aku mampir ke Tangerang setelah beberapa kali memenuhi undangan Wowok Hesti Prabowo dan KSI (Komunitas Sastra Indonesia) membaca puisi.
Selebihnya kekangenanku hanya lewat telepon kos,atau aku mengirim pesan lewat oeperator pager.Ketika itu HP belum semarak sekarang. Hubungankudengan Livian makin merenggang, meski tidak putus ketika itu. Kami hanya bilang 'mari urus dirisendiri.' Hingga akhir kuliahku, hubungan ituwassalam dengan sendirinya.Sedangkan dengan Gusde, mana mungkin diteruskan. Ia juga punya pacar dan kami sangat berbeda prinsip.
Tapi diluar itu dua laki-laki tadi telah banyakmemberi inspirasi untuk puisi-puisiku. Termasuk laki-laki terakhirku ini.Tak ada komitmen untuk bersama seterusnya, suatu hari sepekan menjelang pernikahanku dengan MasCip, aku ke Yogyakarta. Sekadar memberitahu kepadaGusde, kalau aku mau menikah. Dia turut mendoakan.
Alhamdulillah pernikakahan yang tak luput dari pertikaian kecil ini telah membuahkan nikmat yangluar biasa. Ketiganya buah cinta kami yang kuberigelar : Mohammad Gilang Narasrestha Candraditya,Journalist Kafka Nur Bagaskara Nareswara, Nur AuroraSang Kinanthi Satyanagri Nareswari Ciptabudi. Untuk mengikatkan mereka, kami pakaikan marga Ciptabudi sebagai kesatuan nama kami Cipta dan Budi Rahayu, nama terindah pemberian orangtuaku Mudjo Sumedi (alm) danIbuku Ayemi Yasri Sumedi.(****)

Tidak ada komentar: